Siapa yang enggak kenal Shrek? Dari bocah ingusan sampai yang sudah bangkotan kayak kita-kita, orang pernah menonton kartun raksasa hijau ini setidaknya sekali seumur hidup. Meme-nya juga sudah mengambil alih jagat maya. Mustahil kalau kamu tidak mengetahuinya.
Film Shrek amat dicintai, dan sekuelnya selalu dinantikan di seluruh dunia. Bahkan ada lho yang terobsesi dengan tokoh kartun ini. Jadi enggak aneh banyak yang bikin pesta bertema Shrek di luar sana. Yup, kamu gak salah baca. Aku sudah cobain nge-rave bareng Shrek wannabe.
Aku pribadi menganggap meme Shrek garing abis, tapi juga penasaran bakal seseru (atau se-cringe) apa acaranya. Kebetulan di dekat rumahku ada yang mengadakan Shrek Rave. Cus lah aku berangkat bersama seorang fotografer VICE Yushy Pachnanda. Bermodalkan cat wajah hijau, kami menjadi saksi pesta Shrek pertama di Inggris.
Berbeda dari pesta kebanyakan, Shrek Rave dimulai sejak sore di akhir pekan. Aku geli melihat jam acaranya. Mana ada orang ajojing ketika hari masih terang? “Ah, pasti ujung-ujungnya ngaret,” aku membatin.
Ternyata aku salah besar. Antrean ogre tampak mengular setibanya kami di sana. Untungnya, aku dan Yushy bisa langsung masuk dari jalur media.
Pemandangan di sekeliling kami menunjukkan, fandom Shrek — setidaknya orang-orang yang datang hari itu — seperti bawang yang berlapis-lapis. Di lapisan pertama, mereka biasa-biasa saja soal Shrek. Alasannya dugem buat seru-seruan semata.
Selanjutnya ada penggemar sejati yang sudah mengkhatamkan seluruh filmnya. Mereka hafal A-Z tentang Shrek. Kostum mereka super niat, bukan sekadar mengecat wajah atau pakai prop seadanya. Mereka benar-benar cosplay jadi tokoh film Shrek. Ada yang pakai kostum keledai, ada juga yang mengecat seluruh badan dengan warna hijau.
Lapisan ketiga berisi orang-orang yang hobi nge-shitpost dan bikin meme Shrek. Pakaian mereka (seperti kaus bertuliskan “Check Yourself Before You Shrek Yourself”) secara gamblang memperlihatkan statusnya di sana. Kalau kamu suka blusukan di sudut-sudut gelap internet, kamu akan langsung mengenali mereka.
Yang terakhir ada komunitas queer. Jujur, aku terkejut melihatnya. Aku sama sekali tak menyangka mereka juga tertarik dengan ini. Beberapa di antara mereka pakai kostum yang enggak ada hubungannya sama sekali dengan film Shrek.
“Daya tarik Shrek bagi komunitas queer yaitu banyak yang salah paham tentang karakter itu,” tutur Theo Collie, yang mengenakan kostum seksi tokoh Puss in Boots. “Orang menganggap Shrek seram, padahal sifatnya manis dan perasa. Kurang lebih sama seperti yang dihadapi komunitas queer. Mereka sering mendapat pandangan menghakimi.”
Kesan pertama Shrek Rave enggak jauh berbeda dari acara dugem lainnya. Ada lantai dansa dan DJ yang memainkan lagu-lagu mainstream atau yang viral di TikTok. Tapi bedanya, party yang kamu datangi sepulang kerja enggak dihiasi patung Shrek setinggi 3 meter. Enggak ada juga layar proyektor yang menampilkan visual Shrek ala video “Shrek is Love, Shrek is Life”. Hidangan minuman yang tersedia diberi nama seolah-olah kita ada dalam film. Contohnya ‘Swamp Juice’, vodka yang dipadukan nanas, permen berbentuk cacing, dan minuman beralkohol Blue Citrus. Rasanya? Gigiku sampai ngilu saking manisnya.
Sekitar satu jam kemudian, kami menuju aula kedua khusus buat dugem. Ruangan gelap itu diberi efek asap dari es kering. Tak jauh dari tempat kami berdiri, lelaki berkostum Gingerbread Man menggoyangkan jari pistolnya.
Lantai dansa penuh sesak. Pestanya pecah abis, padahal jam baru menunjukkan pukul 5 sore.
Pertanyaannya, siapa yang mencetuskan ide gokil ini? Beliau adalah Ka5sh, kreator konten di Los Angeles, Amerika Serikat. Pada Maret tahun lalu, ia mengadakan pesta bertema Shrek sebagai bentuk penggalangan dana untuk saudara perempuannya yang menjadi korban perampokan dan penembakan di North Carolina. Ia berhasil mengumpulkan $10.000 (Rp155 juta) dari penjualan tiket. Setelah acaranya viral di TikTok, Ka5sh menggelar pesta serupa di 33 kota. Barangkali acara itu pulalah yang menginspirasi panitia acara di Inggris.
Ka5Sh sebetulnya juga mengadakan pesta di London pada 3 Maret. Akan tetapi, panitia pesta yang kami datangi hari itu tampaknya memanfaatkan momentum dan memberi nama acaranya “Shrek Rave Official”. Promotor mengadakan dugem keliling seantero Inggris, dan punya rencana membawanya ke Eropa pada Mei mendatang.
“Niat kami awalnya bikin acara makan siang,” terang Peter Preston, promotor Shrek Rave. “Tapi kemudian kami terpikir mengadakan pesta karena soundtrack Shrek bagus semua. Kami ngetes ombak di medsos, dan postingannya dilihat dua juta kali. Karena itulah kami semakin mantap [gelar Shrek Rave].”
Dengan demikian, Shrek Rave terlahir dari kecintaan orang terhadap Shrek. Acara semacam ini sama sekali tidak disponsori oleh studio animasi DreamWorks.
Lama-lama, aku enek juga dengerin lagu Eminem “My Name Is” di-remix berulang kali. Aku mengajak fotografer balik ke aula utama, tepat ketika penampil berkostum Shrek membawakan lagu-lagu dari Shrek: The Musical. Ucapan Peter ada benarnya. Soundtrack film kartun ini banger.
Para penonton menggila saat tiba gilirannya “Livin’ La Vida Loca”, “Holding Out For a Hero”, dan “All Star” oleh Smash Mouth dinyanyikan. Euforia menular ke seluruh ruangan. Hujan confetti membuat suasana semakin meriah.
Aku pengen sok edgy dan mengatakan Shrek Rave enggak seru — bahwa acara ini sama garingnya seperti meme Shrek di internet, seperti yang kubayangkan sebelumnya. Tapi itu artinya aku berbohong pada diri sendiri. Aku benar-benar menikmati Shrek Rave. Ada rasa nostalgia dan kegembiraan yang membuncah di dadaku. Hati terasa hangat menyaksikan orang di sekitarku bahagia menjadi dirinya sendiri.
Enggak ada yang menuntut kamu jadi keren sepanjang pesta. Mau senorak apa pun gayamu, itu enggak penting. Kamu ada di sana untuk bersenang-senang. Makanya, kalau kamu suka mengomentari kesenangan orang lain, Shrek Rave bukan acara yang cocok untukmu.
Source link