Nginfoin – Dalam debat capres baru-baru ini, Capres Ganjar Pranowo sempat memberikan pernyataan penting terkait produksi baterai kendaraan listrik atau baterai EV (electric vehicle). Ganjar menyampaikan, Indonesia bisa menjadi pemimpin level global dalam industri baterai EV, mengingat Indonesia memiliki bahan mineral yang melimpah, utamanya nikel, untuk mendukung produksi baterai EV.
“Mas Ganjar juga menyatakan, produksi baterai EV bisa menaikkan posisi tawar Indonesia di level global, bisa menjadi alat diplomasi agar Indonesia semakin diperhitungkan, ini penting untuk dicatat,” kata Wakil Ketua TPN Ammarsjah Purba, (08/01/2024).
Ketika Capres Ganjar menyebut baterai EV dalam debat capres terakhir, hal itu merupakan sinyal, bagaimana Ganjar memiliki visi jauh ke depan soal transisi energi dan perubahan iklim.
“Pernyataan Mas Ganjar itu luar biasa, artinya Mas Ganjar seorang yang visioner, yang memiliki pandangan jauh ke depan, bagaimana Bumi ini harus diselamatkan dari ancaman pemanasan global, yang salah satu caranya adalah dengan penggunaan kendaraan listrik secara masif,” jelas Ammar.
Kendaraan listrik butuh baterai, artinya ada ruang bagi Indonesia untuk memimpin dalam transisi energi, dan memberi kontribusi signifikan dalam mitigasi krisis iklim. Pengembangan kendaraan listrik di Indonesia adalah satu paket dengan pembangunan industri baterai di dalam negeri. Ada empat unsur logam sebagai komponen baterai kedaraan listrik, salah satunya adalah nikel, yang sumber dayanya melimpah.
“Sebagaimana disampaikan Mas Ganjar malam itu, selain nikel, ada beberapa unsur logam lain sebagai komponen baterai, yaitu bauksit, kobalt, mangan dan lithium. Dari keempat logam tersebut, yang sementara belum tersedia di Indonesia, adalah lithium,” imbuhnya.
Di Indonesia memang (sementara) belum ditemukan ceruk potensial bijih litium, masih pada fase indikasi. Namun untuk nikel dan kobalt, Indonesia adalah salah satu negara dengan cadangan terbesar di dunia, termasuk juga mangan, yang ladangnya tersebar di NTT.
“Secara singkat bisa dikatakan, adanya potensi pasar mobil listrik, disertai cadangan (utamanya) nikel dan kobalt yang melimpah, kita boleh optimis, dalam lima atau sepuluh tahun mendatang, Indonesia dalam posisi menentukan dalam industri baterai dan mobil listrik, sebagaimana diharapkan Mas Ganjar,” beber Ammar.
Percepatan pemakaian kendaraan listrik (electric vehicle) telah menjadi tren global, bagian dari program transisi energi skala besar, untuk menggantikan kendaraan berbahan bakar energi fosil (BBM). Emisi yang dihasilkan kendaraan berbasis energi fosil, merupakan salah satu pemicu fenomena perubahan iklim.
Kesadaran tentang dampak perubahan iklim, yang salah satunya adalah pemanasan global, semakin menguat saat KTT Iklim (COP-21) tahun 2015 di Paris, yang menghasilkan Kesepakatan Paris.
“Inti Kesepakatan Paris adalah, bagaimana komunitas internasional bisa berkolaborasi, agar suhu bumi tetap dijaga, sebagai ikhtiar mencegah terjadinya pemanasan global serta bencana kemanusiaan. Pasangan Ganjar-Mahfud sudah siap dalam program transisi energi, termasuk upaya mitigasi krisis iklim,” tandasnya.