Langkah terbaru tersebut telah berlaku mulai Sabtu (1/7) kemarin, dengan zat psikedelik sendiri diketahui masuk ke dalam jenis narkotika yang dapat memicu munculnya halusinasi.
Melalui keputusan tersebut, dokter di negara itu dapat meresepkan penggunaan dosis MDMA yang juga dikenal sebaga ekstasi untuk pengobatan gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan psilocybin, bahan psikoaktif dalam jamur psychedelic untuk mengatasi depresi yang sulit diobati.
Kedua obat tersebut telah dimasukkan ke dalam daftar obat yang disetujui oleh Therapeutic Goods Administration.
Menanggapi langkah terbaru yang diambil itu, para ilmuwan di Australia mengaku sangat terkejut, namun mereka menyambut positif keputusan itu
“Keputusan ini akan menempatkan Australia sebagai pelopor dalam penelitian dan penggunaan psikedelik dalam konteks pengobatan gangguan mental,” kata para ilmuwan, seperti dikutip Stuff, pada Minggu (2/7).
Wakil Direktur Neuromedicines Discovery Center di Monash Institute of Pharmaceutical Sciences, Chris Langmead mengatakan bahwa dalam 50 tahun terakhir, sejauh ini terdapat sedikit kemajuan dalam pengobatan masalah kesehatan mental yang persisten.
Untuk itu, keputusan Australia untuk mengizinkan psikiater meresepkan psikedelik tertentu telah menandai langkah maju dalam bidang pengobatan gangguan mental, dengan harapan bahwa hal tersebut dapat memberikan solusi baru bagi pasien yang telah lama berjuang dengan kondisi yang sulit diobati.
Meskipun demikian, biaya pengobatan dengan psikedelik ini diperkirakan akan mencapai 10.000 dolar Australia (Rp100 juta) per pasien.
Namun kini, penelitian lebih lanjut sedang diperlukan untuk mengetahui kemanjuran obat tersebut dan risiko yang ditimbulkan dengan penggunaan psikedelik yang dapat menyebabkan halusinasi ini.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
Source link